Sunday, 28 April 2013

Menjejak Pendekar Laksamana KeuMALAhayati . . .


Firman Allah Ta’ala: ‘Dan aku tidak meminta kepada kamu sebarang upah mengenai apa yang aku sampaikan (dari Tuhanku); balasanku hanyalah terserah kepada Allah Tuhan sekalian alam)'. (Surah 26 'Asy'araa: verse 109)


Menjejak Pendekar Laksamana MALAyahati . . .

Laksamana WANITA Pertama di DUNIA Laksamana KeuMALAhayati, MALAhayati, MALAyahati adalah laksamana wanita pertama di DUNIA, 

yang berasal dari Kesultanan  Aceh Darussalam.

Riwayat Hidup

Laksamana KeuMALAhayati merupakan wanita pertama di DUNIA yang pernah menjadi seorang laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV.

Berdasarkan bukti sejarah (manuskrip) yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia dan berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, MALAhayati berasal dari keluarga bangsawan Aceh. Belum ditemukan catatan sejarah secara pasti yang menyebutkan bilakah tahun kelahiran dan tahun kematiannya. Diperkirakan, masa hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.

Laksamana MALAhayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Datoknya bernama Laksamana Muhammad Syed Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang merupakan pengasas  مؤسس Kesultanan Aceh Darussalam.

Jika dilihat dari silsilah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Laksamana MALAhayati merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan istana قصر. Ayah dan datoknya pernah menjadi laksamana angkatan laut.

Jiwa bahari yang dimiliki ayah dan datoknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang pelaut yang gagah berani seperti ayah dan datoknya tersebut.

Riwayat Pendidikan

Ketika menginjak usia remaja, Laksamana MALAhayati mendapatkan kebebasan untuk memilih pendidikan yang diinginkannya. Ketika itu Kesultanan Aceh Darussalam memiliki Akademi ketenteraan yang bernama Mahad Baitul Makdis, yang terdiri dari jurusan Angkatan Darat dan Angkatan Laut.

Setelah menempuh pendidikan agamanya di Meunasah (surau), Rangkang (balai pengajian), dan Dayah (zawiyyah/Sekolah berasrama Islam), oleh karena ia ingin mengikuti karir ayahnya sebagai laksamana, maka ia mendaftarkan diri dalam penerimaan taruna di Akademi ketenteraan Mahad Baitul Makdis.

Ia diterima di akademi ini dan dapat menempuh pendidikan ketenteraannya dengan sangat baik. Bahkan, ia berprestasi dengan hasil yang sangat memuaskan. Sebagai siswa yang berprestasi, Laksamana MALAhayati berhak memiliki jurusan yang diinginkan nya. Ia memilih jurusan Angkatan Laut.

Ketika menempuh pendidikan di akademi ini ia pernah berkenalan dengan seorang calon perwira laut yang lebih senior (data tentang namanya belum diketahui). Perkenalan tersebut berlanjut hingga benih-benih kasih sayang terbangun di antara mereka. Mereka berdua akhirnya bersepakat untuk saling memadu kasih dan menyatukan diri ke dalam cinta.

Setelah tamat dari Akademi ketenteraan Mahad Baitul Makdis, kedua-duanya melangsungkan pernikahan. Setelah menamatkan studinya di Akademi ketenteraan Ma'had Baitul Makdis, Laksamana MALAhayati berkonsentrasi pada DUNIA pergerakan dan perjuangan. Ia diangkat oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil (1589-1604 M) sebagai Komandan Protokol Istana Darud-DUNIA di Kesultanan Aceh Darussalam.

Jabatan tersebut merupakan kepercayaan sultan terhadap dirinya, sehingga ia perlu menguasai banyak pengetahuan tentang etika dan keprotokolan


Riwayat Perjuangan

Kisah perjuangan Laksamana MALAhayati dimulai dari sebuah perang di perairan Selat Malaka, yaitu antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil dan dibantu oleh 2 orang laksamana.

Pertempuran sengit terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, meski harus kehilangan 2 laksamananya dan ribuan prajuritnya yang tewas di medan perang. Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Laksamana MALAhayati sendiri yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-DUNIA.

Setelah suaminya meninggal dunia dalam peperangan tersebut, ia berjanji akan menuntut balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meski secara sendirian. Untuk memenuhi tujuannya tersebut, Laksamana MALAhayati meminta kepada Sultan al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru.

Permintaan MALAhayati akhirnya dikabulkan. Ia diserahi tugas memimpin Armada Inong Balee dan diangkat sebagai laksamananya. Ia merupakan wanita Aceh pertama yang berpangkat laksamana (admiral) di Kesultanan Aceh Darussalam. Armada ini awalnya hanya berkekuatan 1000 orang, namun kemudian diperkuat lagi menjadi 2000 orang.

Teluk Lamreh Krueng Raya dijadikan sebagai pangkalan ketenteraannya. Di sekitar teluk ini, ia membangun Benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan. Setelah memangku jabatan sebagai laksamana, MALAhayati menyelaras pasukannya di laut, mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah penguasaan syahbandar, dan mengawasi kapal-kapal jenis galey milik Kesultanan Aceh Darussalam.

Seorang nahkoda kapal Belanda yang berkebangsaan Inggris, John Davis, mengungkapkan fakta bahwa pada masa kepemimpinan militer Laksanana MALAhayati, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki perlengkapan armada laut yang di antaranya terdiri dari 100 buah kapal (galey) dengan kapasiti penumpang 400-500 orang.
.


Kisah perjuangan Laksamana KeuMALAhayati tidak berhenti di sini. Ia pernah terlibat dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Ceritanya, pada tanggal 22 Jun 1586, Cornelis de Houtman memimpin pelayaran pertamanya bersama 4 buah kapal Belanda dan berlabuh di Pelabuhan Banten. Setelah kembali ke Belanda, pada pelayaran yang ke-2, ia memimpin armada dagang Belanda yang juga dilengkapi dengan kapal perang.

Hal itu dilakukan untuk menghadapi contact senjata dengan Kesultanan Aceh Darussalam pada tanggal 21 Jun 1599. 2 buah kapal Belanda bernama de Leeuw dan de Leeuwin yang dipimpin oleh 2 orang bersaudara, Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman, berlabuh di ibukota Kesultanan Aceh Darussalam.

Pada awalnya, kedatangan rombongan tersebut mendapat perlakuan yang baik dari pihak kesultanan karena adanya kepentingan hubungan perdagangan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya Sultan al-Mukammil tidak senang dengan kehadiran rombongan tersebut dan memerintahkan untuk menyerang orang-orang Belanda yang masih ada di kapal-kapalnya.

Ada dugaan bahwa sikap Sultan tersebut banyak dipengaruhi oleh hasutan seseorang berkebangsaan Portugis yang kebetulan menjadi penerjemahnya. Serangan tersebut dipimpin sendiri oleh Laksamana MALAhayati. Hasilnya, Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya terbunuh, sedangkan Frederick de Houtman tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara (selama 2 tahun).

Keberhasilan Laksamana MALAhayati merupakan sebuah prestasi yang sungguh luar biasa. MALAhayati ternyata bukan hanya sebagai seorang Laksamana dan Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh Darussalam, namun ia juga pernah menjabat sebagai Komandan Pasukan Wanita Pengawal Istana.

Jabatan ini merupakan tugas kesultanan dalam bidang diplomasi dan ia bertindak sebagai juru runding dalam urusan-urusan luar negeri. Ia sendiri telah menunjukkan bakatnya dan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

Ia memiliki sifat dan karakter yang tegas sekaligus berani dalam menghadapi berbagai momen perundingan, baik dengan Belanda maupun Ingeris. Meski begitu, sebagai diplomat yang cerdas, ia dapat bersikap ramah dan lunak dalam melakukan berbagai perundingan.

Pada tanggal 21 November 1600, rombongan bangsa Belanda yang dipimpin Paulus van Caerden datang ke Kesultanan Aceh Darussalam. Sebelum memasuki pelabuhan, rombongan ini menenggelamkan sebuah kapal dagang Aceh dengan terlebih dahulu memindahkan segala muatan lada yang ada di dalamnya ke kapal mereka.

Setelah itu datang lagi rombongan bangsa Belanda ke-2 yang dipimpin oleh Laksamana Yacob van Neck. Mereka mendarat di Pelabuhan Aceh pada tanggal 31 Jun 1601. Mereka memperkenalkan diri sebagai bangsa Belanda yang datang ke Aceh untuk membeli lada.

Setelah mengetahui bahwa yang datang adalah bangsa Belanda, Laksamana MALAhayati langsung memerintahkan anak buahnya untuk menahan mereka. Tindakan tersebut mendapat persetujuan Sultan al-Mukammil karena sebagai ganti rugi atas tindakan rombongan Belanda sebelumnya.

Pada tanggal 23 Ogos 1601, tiba rombongan bangsa Belanda ke-3 yang dipimpin oleh Komisaris Gerard de Roy dan Laksamana Laurens Bicker dengan 4 buah kapal (Zeelandia, Middelborg, Langhe Bracke, dan Sonne) di Pelabuhan Aceh.

Kedatangan mereka memang telah disengaja dan atas perintah Pangeran Maurits. Ke-2 pimpinan rombongan mendapat perintah untuk memberikan sepucuk surat dan beberapa hadiah kepada Sultan al-Mukammil.

Sebelum surat diberikan, sebenarnya telah terjadi perundingan antara Laksamana KeuMALAhayati dengan 2 pimpinan rombongan Belanda. Isi perundingan tersebut adalah terwujudnya perdamaian antara Belanda dan Kesultanan Aceh, dibebaskannya Frederick de Houtman.

Dan sebagai imbalannya Belanda harus membayar segala kerugian atas dibajaknya kapal Aceh oleh Paulus van Caerden (akhirnya Belanda mau membayar kerugian sebesar 50.000 emas).

Setelah itu hubungan antara Belanda dan Kesultanan Aceh berlangsung cukup baik. Kehadiran bangsa Belanda dapat diterima secara baik di istana kesultanan dan mereka diperbolehkan berdagang di Aceh.

Sebagai lanjutan dari hubungan baik antara Belanda dan Kesultanan Aceh, maka diutuslah 3 orang untuk menghadap Pangeran Maurits dan Majelis Wakil Rakyat Belanda. Ketiga orang itu adalah Abdoel Hamid, Sri Muhammad (salah seorang perwira armada laut di bawah Laksamana KeuMALAhayati), dan Mir Hasan (bangsawan kesultanan).

Meski sedang dilanda perang melawan kolonialisme Spanyol, pihak Belanda menyambut utusan Aceh tersebut dengan upacara kenegaraan. Peran diplomatik Laksamana MALAhayati masih berlanjut. Hal ini bermula dari keinginan Inggris untuk menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan

Aceh Darussalam. Ratu Elizabeth I (1558-1603 M) mengirim utusan untuk membawa sepucuk suratnya kepada Sultan Aceh al-Mukammil. Rombongan yang dipimpin oleh James Lancaster, seorang perwira dari Angkatan Laut Inggris ini, tiba di Pelabuhan Aceh pada tanggal 6 Juni 1602. Sebelum bertemu dengan Sultan al-Mukammil, Lancaster mengadakan perundingan dengan Laksamana MALAhayati.

Dalam perundingan itu, Lancaster menyampaikan keinginan Inggris untuk menjalin kerjasama dengan Kesultanan Aceh Darussalam. Ia juga berpesan agar Laksamana MALAhayati memusuhi Portugis dan berbaik hati dengan Ingeris. Laksamana MALAhayati meminta agar keinginan tersebut dibuat secara tertulis dan diatasnamakan Ratu Inggris.

Setelah surat tersebut selesai dibuat, Lancaster diperkenankan menghadap Sultan al-Mukammil. Laksamana MALAhayati juga berperanan besar dalam menyelesaikan tipu muslihat kesultanan. Hal ini bermula dari peristiwa penting perihal sukses kepemimpinan di Kesultanan Aceh Darussalam.

Pada tahun 1603 M, Sultan al-Mukammil menempatkan anak lekaki tertuanya sebagai pendamping dirinya. Namun, rupanya putra tersebut berkhianat terhadap ayahnya dan mengangkat dirinya sebagai Sultan Aceh dengan gelar Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M).

Pada masa awal kepemimpinannya, berbagai macam bencana menimpa Kesultanan Aceh Darussalam, seperti kemarau yang berkepanjangan, pertikaian berdarah antar saudara-saudara, dan ancaman dari pihak Portugis.

Tidak ada keinginan kuat dari Sultan Ali Riayat Syah untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan serius. Maka banyak timbul rasa kekecewaan dari punggawa kesultanan, salah satu di antaranya adalah Darmawangsa Tun Pangkat, kemenakannya sendiri.

Darmawangsa ditangkap dan dipenjara atas perintah Sultan. Pada bulan Jun 1606, Portugis menyerang Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Alfonso de Castro. Ketika itu Darmawangsa masih berada di penjara. Ia memohon kepada Sultan Ali Riayat Syah agar dirinya dapat dibebaskan dan dapat ikut bertempur melawan Portugis.

Dengan didukung adanya pemintaan Laksamana MALAhayati, Darmawangsa akhirnya dapat dibebaskan. Mereka berdua akhirnya berjuang bersama dan dapat menghancurkan pasukan Portugis.

Oleh karena Sultan Ali Riayat Syah dianggap banyak kalangan tidak cakap lagi memimpin kesultanan, maka Laksamana MALAhayati melakukan perang-perangan dengan cara menurunkan Sultan Ali Riayat Syah dari tahta kekuasaan.

Darmawangsa akhirnya terpilih sebagai Sultan Aceh dengan gelar Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Pada masanya, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai zaman keemasan.

The Grave (Makam MALAyahati) KeuMALAhayati was a woman who commanded the Royal Acehnese Navy. She was also the chief of Royal Secret Intelligence Department and the Royal Protocol in the reigns of Sultan Saidil Mukamil Alauddin Riayat Syah (1588-1604 A.D.). As a navy admiral she united many widows to be a navy to attack the Portuguese and Dutch navies. The widows built a fortress called Inong Balee Fortress, which meant 'The Fortress of the Widows'.”

Karya . . .

Karya Laksamana KeuMALAhayati memang tidak berupa buku atau berbagai bentuk tulisan. Namun demikian, segala bentuk perjuangannya dalam melawan kolonialisme dapat juga dianggap sebagai karya-karya nyatanya.

Di antara karya-karya dimaksud adalah sebagai berikut:

Ia pernah membangun Benteng Inong Balee dengan tinggi 100 meter dari permukaan laut. Tembok benteng menghadap ke laut dengan lebar 3 meter dengan lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Ia pernah berhasil membunuh Cornelis de Houtman, salah seorang pemimpin kapal Belanda yang pertama kali tiba di Aceh.



Penghargaan dan Silsilah . . .

Sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangannya, sebuah serial bertajuk “Laksamana KeuMALAhayati” telah digarap dengan sutradara Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Adhyaksa Dault. Serial ini berisi 13 episode.

Episode perdananya telah diputar di Blitz Megaplex (10 November 2007). menguak pertalian Raja-raja Aceh Sejak Kerajaan Perlak Sebuah buku berjudul “Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya dengan Raja-Raja Islam di Nusantara,” diterbitkan pelita Gading Hidup Jakarta, ditulis Pocut Haslinda Syahrul Muda Dalam, mencoba menguak pertalian raja-raja di Aceh sejak pra Islam. dalam suatu forum di Balai Kartini, Jakarta, 16 Nopember 2008 yang lalu.

Malam harinya, di gedung yang sama dipentaskan “Drama Musikal” yang memuat informasi silsilah raja-raja Aceh tersebut serta peranan kaum perempuan Aceh sejak abad VIII dampai abad XXI. Pentas itu disutradari Dedi Lutan berdasarkan nasakah yang ditulis Pocut Haslinda Syahrul MD binti Teuku H Abdul Hamid Azwar, waris Tun Sri Lanang ke-8.

Sebetulnya masih ada 3 buku lain yang dihasilkan Pocut Haslinda dalam waktu bersamaan, yaitu “Perempuan Aceh dalam Lintas Sejarah Abad VIII-XXI, Tun Sri Lanang dan Terungkapnya Akar Sejarah MALAYu, dan 2 Mata di Balik Tirai Istana MALAYu.”

Untuk menggenapi informasi “Silsilah Raja-Raja Aceh” dan ketiga bukunya itu, Pocut Haslinda, pernah menempuh pendidikan fashion dan model di Paris, Jerman, dan London (1965-1970) membaca lebih dari 1000 judul buku ditulis oleh penulis dalam dan luar negeri.

Buku “Silsilah Raja-Raja Aceh” itu secara sederhana mencoba menarik garis pertautan raja-raja Aceh sejak awal abad ke 8 pada masa Kerajaan Perlak, kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan lain di Aceh, termasuk persinggungan yang sangat penting dan fundamental dengan Kerajaan Isaq di Gayo, dan pertautan raja-raja Aceh dengan Perak, Johor, Deli-Serdang, Majapahit, Demak, Wali Songo dan sebagainya.

Kisah kedatangan satu delegasi dagang dari Persia di Blang Seupeung, pusat Kerajaan Jeumpa yang ketika itu masih menganut Hindu Purba. Salah seorang anggota rombongan bernama Maharaj Syahriar Salman, Pangeran Kerajaan Persia yang ditaklukkan pada zaman Khalifahtur Rasyidin. Salman adalah turunan dari Dinasti Sassanid Persia yang pernah berjaya antara 224 – 651 Masehi.

Setelah penaklukkan, sebahagian keluarga kerajaan Persia ada yang pergi ke Asia Tenggara. Kerajaan Jeumpa, ketika itu dikuasai Meurah Jeumpa. Maharaj Syahriar Salman kemudian menikah dengan putri istana Jeumpa bernama Mayang Seludang. Akibat dari perkawinan itu, Maharaj Syahriar Salman tidak lagi ikut rombongan niaga Persia melanjutkan pelayaran ke Selat Malaka.

Pasangan ini memilih “hijrah” ke Perlak (sekarang Peureulak, red), sebuah kawasan kerajaan yang dipimpin Meurah Perlak. Meurah Perlak tak punya keturunan dan memperlakukan “pengantin baru” itu sebagai anak. Ketika Meurah Perlak meninggal, kerajaan Perlak diserahkan kepada Maharaj Syahriar Salman, sebagai Meurah Perlak yang baru.

Perkawinan Maharaj Syahriar Salman dan Putri Mayang Sekudang dianugerahi 4 putra dan seroang putri; Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli, SyahirTanwi, dan Putri Tansyir Dewi. Syahir Nuwi di kemudian hari menjadi Raja Perlak (PEUREULAK) yang baru menggantikan ayahandanya.

Dia bergelar Meurah Syahir Nuwi. Syahir Dauli diangkat menjadi Meurah di Negeri Indra Purwa (sekarang Aceh Besar, red). Syahir Pauli menjadi Meurah di Negeri Sama indra (sekarang Pidie), dan si bungsu Syahir Tanwi kembali ke Jeumpa dan menjadi Meurah Jeumpa menggantikan datoknya.

Merekalah yang kelak dikenal sebagai “Kaum Imeum Tuha Peut” (penguasa yang 4). Dengan demikian, kawasan-kawasan sepanjang Selat Malaka dikuasai oleh keturunan Maharaj Syahriar Salman dari Dinasti Sassanid Persia dan Dinasti Meurah Jeumpa (sekarang Bireuen).

Sementara itu, Putri Tansyir Dewi, menikah dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar, anggota rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah Nakhoda Khalifah.

Kapal itu memuat sekitar 100 pendakwah yang menyamar sebagai pedagang. Rombongan ini terdiri dari orang-orang Quraish, Palestina, Persia dan India. Rombongan pendakwah ini tiba pada tahun 173 H (800 M).

Sebelum merapat di Perlak, rombongan ini terlebih dahulu singgah di India. Syahir Nuwi yang menjadi penguasa Perlak menyatakan diri masuk Islam, dan menjadi Raja Perlak pertama yang memeluk Islam. Sejak itu, Islam berkembang di Perlak.

Perkawinan Putri Tansyir Dewi dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar membuahkan seorang putra bernama Syed Maulana Abdul Aziz Syah, yang kelak setelah dewasa dinobatkan sebagai Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah, sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan dengan 1 Muharram 225 Hijriah.

Syed Maulana Ali al-Muktabar berfaham Syiah, merupakan putra dari Syed Muhammad Diba‘i anak Imam Jakfar Asshadiq (Imam Syiah ke-6) anak dari Imam Muhammad Al Baqir (Imam Syiah ke-5), anak dari Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin, yakni satu-satunya putra Syaidina Husen, putra Syaidina Ali bin Abu Thalib dari perkawinan dengan Siti Fatimah, putri dari Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Lengkapnya silsilah itu adalah: Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah bin Syed Maulana Ali-al Muktabar bin Syed Muhammad Diba‘i bin Imam Ja‘far Asshadiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin Sayidina Husin Assyahid bin Sayidina Alin bin Abu Thalib (menikah dengan Siti Fatimah, putri Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam).

Keikutsertaan Syed Maulana Ali al-Muktabar dalam rombongan pendakwah merupakan penugasan dari Khalifah Makmun bin Harun Al Rasyid (167-219 H/813-833 M) untuk menyebarkan Islam di Hindi, Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya.

Khalifah Makmun sebelumnya berhasil meredam “Pemberontakan” Kaum Syiah di Mekkah yang dipimpin oleh Muhammad bin Ja‘far Ashhadiq. Raja Isaq Gayo dan Turunannya Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulan memiliki 3 putra:

Meurah Makhdum Alaiddin Ibrahim Syah, kemudian menjadi Sultan ke-8; Maharaja Mahmud Syah yang kemudian menjadi Raja Salasari Islam I di Tanoh Data (Cot Girek); Meurah Makhdum Malik Isaq (Isak) mendirikan Negeri Isaq I.

Meurah Isaq memiliki putra bernama Meurah Malik Masir yang juga dikenal sebagai Meurah Mersa alias Tuk Mersa, diangkat sebagai Raja Isaq II menggantikan ayahandanya. Tuk Mersa memiliki 7 putra yakni:

1) Meurah Makhdum Ibrahim mendirikan Negeri Singkong.

Cucu Meurah Makhdum ini bernama Malikussalehdi kemudian hari mendirikan Kerajaan Samudra Pasai.

2) Meurah Bacang mendirikan Kerajaan Bacang Barus.

3) Meurah Putih mendirikan Kerajaan Beuracan Merdu.

4) Meurah Itam mendirikan Kerajaan Kiran Samalanga.

5) Meurah Pupok mendirikan Kerajaan Daya Aceh Barat.

6) Merah Jernang mendirikan kerajaan Seunagan.

7) Meurah Mege (Meugo) menjadi Raja Isaq III. Dari turununan Meurah Mege lahir Sultan Abidin Johansyah pengasas Kerajaan Aceh Darussalam (1203-1234) sampai Sultan Daud Sjah (1874-1939).

Turunen Meurah Mege lain, Syekh Ali al Qaishar anak dari Hasyim Abdul Jalil hijrah ke Bugis dan menikah dengan putri bangsawan Bugis yang kelak cucu psangan ini bergelarDaeng.

Di antara anak-cucunya, ada yang pulang ke Aceh bernama Daeng Mansur atau Tgk Di Reubee dan mempunyai seorang putra bernama Zainal Abidin dan seorang putri bernama Siti Sani yang dinikahi Sultan Iskandar Muda.

Di tanah Jawa, Turunan Tuk Mersa bernama Puteri Jempa nikah dengan Raja Majapahit terakhir kemudian lahir Raden Fattah yang menjadi Raja Demak. Turunen Tok Mersa lain, yakni Fatahillah menyusul ke Jawa menikah dengan adik Sultan Demak. Fatahillah mendirikan kerajaan Cirebon dan anaknya mendirikan Kerajaan Banten.

Fatahillah dikenal juga Sunan Gunung Jati menikah dengan Ratu Mas anak Raden Fattah, cucu Majapahit, keturunannya turun temurun menjadi raja dan pembangun Demak, Cirebon, Banten dan Walisongo.

Melihat pertautan raja-raja Aceh itu, jelasnya bagi kita bagaimana sebenarnya hubungan erat satu sama lain. Pada awalnya, mereka berangkat dari “indatu” (NENEK MOYANG ) yang sama dari Perlak.


Struktur Tembok Benteng Inong Balee Di Bagian Utara

Benteng Inong Balee
Sebahagian kubu laut Indra Patra (Indra Patra fort seaward part)
Sebahagian kubu laut Indra Patra (Indra Patra fort seaward part)


KeuMALAyahati . . .

KeuMALAhayati, MALAhayati, MALAyahati (fl. 16th century), was an admiral in the navy of the Aceh Sultanate, which ruled the modern area of Aceh Province, Sumatra, Indonesia. She was the first woman admiral in the modern WORLD (if Artemisia I is not included).

Her troops were drawn from Aceh's widows and the army named the "Inong Balee", after the Inong Balee Fortress near the city of Banda Aceh. Some historians  rate KeuMALAhayati as an equal of Semiramis and Catherine the Great while references to her can be found in some Chinese and Western literature.


History . . .

MALAhayati was a daughter of Admiral Machmud Syah of (Aceh Empire). After graduating from Pesantren, an Islamic school, she continued her studies at Aceh Royal Military Academy, known as Ma’had Baitul Maqdis.

Following the fall of Malacca to Portuguese invaders, Aceh became a stronger faction and ensured that merchant shipping routes in the Malacca Strait remained exclusively for Asian traders.

The kingdom's leader, Sultan Alauddin II Mansur I Syah (r. 1577-1589) strengthened his military power by building a powerful navy to which he decided to appoint MALAhayati, a widowed Aceh warrior, as his First Admiral. Although a woman, Aceh soldiers and the other generals had always respected MALAhayati. She had also proved herself a legendary commander during several battles with the Portuguese and Dutch.

In 1599, Dutch expedition commander, Cornelis de Houtman arrived at the port of Aceh. At first, the Sultan accepted him peacefully until de Houtman insulted him.

The Dutchman, who had already clashed with the Banten Sultanate in north west Java before his arrival in Aceh, decided to attack. MALAhayati led her Inong Balee Army in response to the Dutch challenge and after several violent battles, finally killed de Houtman on September 11, 1599.

In 1600, Dutch Navy led by Paulus van Caerden, robbed and sunk Aceh Merchant ships full of spices at Aceh coast. After this incident, In June 1601, MALAhayati captured Dutch Admiral Jacob van Neck while he sailed along the Aceh coast.

After many incidents which blocked Dutch Navy expeditions and the threat from Spaniard fleet, Maurits van Oranje sent emissaries with diplomatic letter of apology to the Empire of Aceh. The emissaries were Admiral Laurens Bicker and Gerard de Roy. In August 1601, MALAhayati met Maurits's emissaries for a treaty agreement.

A ceasefire was agreed and the Dutch paid 50 thousand gulden as compensation for Paulus van Caerden actions, while MALAhayati should released Dutch prisoners. After the agreement the Sultan sent three emissaries to the Netherlands.

In June 1602, Her reputation as the guardian of the Aceh Kingdom led England to choose a peaceful, diplomatic method by which to enter the Malacca Strait. A letter from Queen Elizabeth I was brought by James Lancaster to the Sultan and it was Malahayati who led the negotiatation with James Lancaster.

The agreement opened the English route to Java and they were soon afterwards able to build merchant offices in Banten. Elizabeth I rewarded Lancaster with a knighthood for his successful diplomacy in Aceh and Banten.

MALAhayati was killed as warrior while attacking the Portuguese fleet at Teuluk Krueng Raya. She was buried at lereng Bukit Kota Dalam, a small fishing village 34 km from Banda Aceh.

Today, MALAhayati has become a well-known name for naval ships, universities, hospitals and roads in several Sumatran cities.



MALAhayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Pada tahun 1585-1604 dia memegang jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana, Panglima Rahasia dan Panglima Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

MALAhayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman (seorang Belanda pertama yang menginjakkan kaki di Nusantara) dalam pertempuran 1 lawan 1 di geladak kapal, dan mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana MALAhayati.



"Siapa yang berhenti menjejak MALAYu hingga ke Vietnam = Maka hanya itulah asal Keturunannya.

Jika ada yang mendakwa MALAYuNya dari Yunnan

= maka Yunnan lah MALAYuNya itu.

Dan sesiapa yang berkata MALAYu itu pernah tinggal di Tibet, di kaki Gunung Himalaya, dia telah sampai ke separuh perjalanan bangsanya" = M I M

Wahai Insan BANGUNLAH!!! Apa lagi BuktiNYATA yang anda mahu, SeDUNIA umat manusia diSIHIR dAJJAL melalui SENJATA UTAMAnya:

(1) WANG, (2) MAKANAN, (3) WANITA, (4) POLITIK (5) MEDIA MASSA, (6) HAARP, (7) MEDICATION, (8) SUKAN, (9) EKONOMI dan (10) SOSIAL.

POLITIK adalah Syubhat’ (yakni yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah Halal atau Haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih UTAMA untuk ditinggalkan) yang jelas terbukti dan NYATA (Gharar) adalah sistem Ciptaan (UN) sistem Zionis Sistem dAJJAL!?




Riwayat Muslim dari Hudzaifah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya aku lebih tahu tentang apa yang dimiliki dAJJAL daripada dia sendiri.

Dia akan memiliki 2 buah sungai yang mengalir.

Salah satunya nampak dalam pandangan mata (kita) sebagai air yang putih.

Sedang yang lain nampak dalam pandangan mata sebagai api yang berkobar-kobar.

Jika seseorang dari kamu sekalian mengalaminya, maka datanglah ke sungai yang nampaknya api, lalu pejakan mata, sesudah itu tundukkan kepala, lalu miumlah. Kerana itu sebenarnya air yang sejuk.

Dan sesungguhnya dAJJAL itu terhapus (sebelah) matanya. Pada mata yang terhapus itu ada selaput tebal. Tertulis di antara kedua matanya. 'Kafir'. Dan itu boleh dibaca oleh setiap mukmin, baik yang pandai menulis ataupun yang tidak."


lsyarat Rasulullah!!! . . . (seDUNIA umat manusia diSIHIR dAJJAL) 'diBantu penuh oleh “30 dAJJAL-dAJJAL dari Para Pemimpin SeDUNIA (UN) System SECULAR IsraHELL ‘New WORLD Order’ Ciptaan ZIONIS) dan daripadanya ada '3 dAJJAL yang Menimbulkan Bencana-bencana yang BESAR!

Imam Ahmad meriwayatkan pula dari Jabir, bahwa dia mengatakan, Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya menjelang datangnya Kiamat akan muncul Para PENDUSTA, antara lain seorang pendusta dari Yamamah (SUADI), Pendusta dari Shan'a (Yaman), yaitu AI 'Absi, pendusta dari Himyar (Yaman), dan dAJJAL-dAJJAL inilah yang menimbulkan bencana terbesar."



dAJJAL MENURUT RIWAYAT Al 'MUGHIRAH BIN SYU'BAH: Imam Muslim meriwayatkan dari Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Tidak ada orang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu Alayhi wa Sallam mengenai dAJJAL lebih banyak dariku . . . "Beliau berkata. Apakah pertanyaanmu tadi?' 

Al 'Mughirah berkata, 'Orang-orang mengatakan, bahwa dAJJAL itu membawa berGunung - gunung Roti dan Daging, dan juga Sungai berisi air.' Beliau menegaskan, 'Dia di sisi Allah lebih mudah daripada itu."



Our Responsibility @GOLDMINE 1WORLD Community Should Render Back the trusts to those to Whom they Due: (@18 Group Of people) Poor People, Orphan, Single Mother, Single Father, Student, Low In Come, Jobless, Disable, Patient, Old Citizen, Prisoner, Bankruptcy, FARMER, Fishermen, RICH People, All RACES, All Country And All Government In theWhole WORLD. theWORLD for free! New WORLD Principle:  ASSETProperty "It's NOT For SALE, It's Not For Bought, It's FREE!:  *Free House *Free Car * Free Education: College, University. *Free ELETRICAL GOODs: Air Con, PC Laptops, Home Theatre. *Free FURNITURE: Sofa Set, Bed Set, Sauna Bath, Kitchen Cabinet, Dining Table. *Free Vacation: Travelling Around the WORLD, Holiday, HAJ, UMRAH, NOW EveryONE CAN Fly, Hotels. *Free Life Insurance: (Free Hospital Fund, Free Funeral Fund, Free Death Fund, Free Pension Fund).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...