Firman Allah Ta’ala: ‘Dan aku tidak meminta kepada kamu sebarang upah mengenai apa yang aku sampaikan (dari Tuhanku); balasanku hanyalah terserah kepada Allah Tuhan sekalian alam)'. (Surah 26 'Asy'araa: verse 109)
Menjejak Pendekar Laksamana MALAyahati . . .
Laksamana
WANITA Pertama di DUNIA Laksamana KeuMALAhayati, MALAhayati, MALAyahati adalah laksamana wanita pertama di DUNIA,
yang berasal dari Kesultanan Aceh Darussalam.
yang berasal dari Kesultanan Aceh Darussalam.
Riwayat Hidup
Laksamana
KeuMALAhayati merupakan wanita pertama di DUNIA yang pernah menjadi seorang
laksamana. Ia lahir pada masa kejayaan Aceh, tepatnya pada akhir abad ke-XV.
Berdasarkan
bukti sejarah (manuskrip) yang tersimpan di University Kebangsaan Malaysia dan
berangka tahun 1254 H atau sekitar tahun 1875 M, MALAhayati berasal dari
keluarga bangsawan Aceh. Belum ditemukan catatan sejarah secara pasti yang
menyebutkan bilakah tahun kelahiran dan tahun kematiannya. Diperkirakan, masa
hidupnya sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.
Laksamana MALAhayati adalah putri dari Laksamana Mahmud Syah. Datoknya bernama
Laksamana Muhammad Syed Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah
Kesultanan Aceh Darussalam sekitar tahun 1530-1539 M. Sultan Salahuddin Syah
merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M) yang
merupakan pengasas مؤسس
Kesultanan Aceh Darussalam.
Jika
dilihat dari silsilah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Laksamana MALAhayati
merupakan keturunan darah biru atau keluarga bangsawan istana قصر.
Ayah dan datoknya pernah menjadi laksamana angkatan laut.
Jiwa
bahari yang dimiliki ayah dan datoknya tersebut kelak berpengaruh besar terhadap
kepribadiannya. Meski sebagai seorang wanita, ia tetap ingin menjadi seorang
pelaut yang gagah berani seperti ayah dan datoknya tersebut.
Riwayat Pendidikan
Ketika
menginjak usia remaja, Laksamana MALAhayati mendapatkan kebebasan untuk
memilih pendidikan yang diinginkannya. Ketika itu Kesultanan Aceh Darussalam
memiliki Akademi ketenteraan yang bernama Mahad Baitul Makdis, yang terdiri
dari jurusan Angkatan Darat dan Angkatan Laut.
Setelah
menempuh pendidikan agamanya di Meunasah (surau), Rangkang (balai pengajian),
dan Dayah (zawiyyah/Sekolah berasrama Islam), oleh karena ia ingin mengikuti
karir ayahnya sebagai laksamana, maka ia mendaftarkan diri dalam penerimaan
taruna di Akademi ketenteraan Mahad Baitul Makdis.
Ia
diterima di akademi ini dan dapat menempuh pendidikan ketenteraannya dengan
sangat baik. Bahkan, ia berprestasi dengan hasil yang sangat memuaskan. Sebagai
siswa yang berprestasi, Laksamana MALAhayati berhak memiliki jurusan yang
diinginkan nya. Ia memilih jurusan Angkatan Laut.
Ketika
menempuh pendidikan di akademi ini ia pernah berkenalan dengan seorang calon
perwira laut yang lebih senior (data tentang namanya belum diketahui).
Perkenalan tersebut berlanjut hingga benih-benih kasih sayang terbangun di
antara mereka. Mereka berdua akhirnya bersepakat untuk saling memadu kasih dan
menyatukan diri ke dalam cinta.
Setelah
tamat dari Akademi ketenteraan Mahad Baitul Makdis, kedua-duanya melangsungkan
pernikahan. Setelah menamatkan studinya di Akademi ketenteraan Ma'had Baitul
Makdis, Laksamana MALAhayati berkonsentrasi pada DUNIA pergerakan dan
perjuangan. Ia diangkat oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil (1589-1604
M) sebagai Komandan Protokol Istana Darud-DUNIA di Kesultanan Aceh Darussalam.
Jabatan tersebut merupakan kepercayaan sultan
terhadap dirinya, sehingga ia perlu menguasai banyak pengetahuan tentang etika
dan keprotokolan
Riwayat Perjuangan
Kisah
perjuangan Laksamana MALAhayati dimulai dari sebuah perang di perairan Selat
Malaka, yaitu antara armada pasukan Portugis dengan Kesultanan Aceh Darussalam
yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil dan dibantu oleh 2
orang laksamana.
Pertempuran
sengit terjadi di Teluk Haru dan dimenangkan oleh armada Aceh, meski harus
kehilangan 2 laksamananya dan ribuan prajuritnya yang tewas di medan perang.
Salah satu laksamana yang tewas tersebut adalah suami Laksamana MALAhayati
sendiri yang menjabat sebagai Komandan Protokol Istana Darud-DUNIA.
Setelah
suaminya meninggal dunia dalam peperangan tersebut, ia berjanji akan menuntut
balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meski secara sendirian. Untuk
memenuhi tujuannya tersebut, Laksamana MALAhayati meminta kepada Sultan
al-Mukammil untuk membentuk armada Aceh yang semua prajuritnya adalah
wanita-wanita janda karena suami mereka gugur dalam Perang Teluk Haru.
Permintaan MALAhayati akhirnya dikabulkan. Ia diserahi tugas memimpin Armada Inong
Balee dan diangkat sebagai laksamananya. Ia merupakan wanita Aceh pertama yang
berpangkat laksamana (admiral) di Kesultanan Aceh Darussalam. Armada ini
awalnya hanya berkekuatan 1000 orang, namun kemudian diperkuat lagi menjadi
2000 orang.
Teluk
Lamreh Krueng Raya dijadikan sebagai pangkalan ketenteraannya. Di sekitar teluk
ini, ia membangun Benteng Inong Balee yang letaknya di perbukitan. Setelah
memangku jabatan sebagai laksamana, MALAhayati menyelaras pasukannya di
laut, mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada di bawah penguasaan
syahbandar, dan mengawasi kapal-kapal jenis galey milik Kesultanan Aceh
Darussalam.
Seorang
nahkoda kapal Belanda yang berkebangsaan Inggris, John Davis, mengungkapkan
fakta bahwa pada masa kepemimpinan militer Laksanana MALAhayati, Kesultanan
Aceh Darussalam memiliki perlengkapan armada laut yang di antaranya terdiri
dari 100 buah kapal (galey) dengan kapasiti penumpang 400-500 orang.
.
.
Kisah
perjuangan Laksamana KeuMALAhayati tidak berhenti di sini. Ia pernah terlibat
dalam pertempuran melawan kolonialisme Belanda. Ceritanya, pada tanggal 22 Jun 1586, Cornelis de Houtman memimpin pelayaran pertamanya bersama 4 buah kapal
Belanda dan berlabuh di Pelabuhan Banten. Setelah kembali ke Belanda, pada
pelayaran yang ke-2, ia memimpin armada dagang Belanda yang juga dilengkapi
dengan kapal perang.
Hal
itu dilakukan untuk menghadapi contact senjata dengan Kesultanan Aceh
Darussalam pada tanggal 21 Jun 1599. 2 buah kapal Belanda bernama de Leeuw
dan de Leeuwin yang dipimpin oleh 2 orang bersaudara, Cornelis de Houtman dan
Frederick de Houtman, berlabuh di ibukota Kesultanan Aceh Darussalam.
Pada
awalnya, kedatangan rombongan tersebut mendapat perlakuan yang baik dari pihak
kesultanan karena adanya kepentingan hubungan perdagangan. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya Sultan al-Mukammil tidak senang dengan kehadiran
rombongan tersebut dan memerintahkan untuk menyerang orang-orang Belanda yang
masih ada di kapal-kapalnya.
Ada
dugaan bahwa sikap Sultan tersebut banyak dipengaruhi oleh hasutan seseorang
berkebangsaan Portugis yang kebetulan menjadi penerjemahnya. Serangan tersebut
dipimpin sendiri oleh Laksamana MALAhayati. Hasilnya, Cornelis de Houtman dan
beberapa anak buahnya terbunuh, sedangkan Frederick de Houtman tertangkap dan
dimasukkan ke dalam penjara (selama 2 tahun).
Keberhasilan
Laksamana MALAhayati merupakan sebuah prestasi yang sungguh luar biasa. MALAhayati
ternyata bukan hanya sebagai seorang Laksamana dan Panglima Angkatan Laut
Kesultanan Aceh Darussalam, namun ia juga pernah menjabat sebagai Komandan
Pasukan Wanita Pengawal Istana.
Jabatan
ini merupakan tugas kesultanan dalam bidang diplomasi dan ia bertindak sebagai
juru runding dalam urusan-urusan luar negeri. Ia sendiri telah menunjukkan
bakatnya dan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Ia
memiliki sifat dan karakter yang tegas sekaligus berani dalam menghadapi
berbagai momen perundingan, baik dengan Belanda maupun Ingeris. Meski begitu,
sebagai diplomat yang cerdas, ia dapat bersikap ramah dan lunak dalam melakukan
berbagai perundingan.
Pada
tanggal 21 November 1600, rombongan bangsa Belanda yang dipimpin Paulus van
Caerden datang ke Kesultanan Aceh Darussalam. Sebelum memasuki pelabuhan,
rombongan ini menenggelamkan sebuah kapal dagang Aceh dengan terlebih dahulu
memindahkan segala muatan lada yang ada di dalamnya ke kapal mereka.
Setelah
itu datang lagi rombongan bangsa Belanda ke-2 yang dipimpin oleh Laksamana
Yacob van Neck. Mereka mendarat di Pelabuhan Aceh pada tanggal 31 Jun 1601.
Mereka memperkenalkan diri sebagai bangsa Belanda yang datang ke Aceh untuk
membeli lada.
Setelah
mengetahui bahwa yang datang adalah bangsa Belanda, Laksamana MALAhayati
langsung memerintahkan anak buahnya untuk menahan mereka. Tindakan tersebut
mendapat persetujuan Sultan al-Mukammil karena sebagai ganti rugi atas tindakan
rombongan Belanda sebelumnya.
Pada
tanggal 23 Ogos 1601, tiba rombongan bangsa Belanda ke-3 yang dipimpin oleh
Komisaris Gerard de Roy dan Laksamana Laurens Bicker dengan 4 buah kapal
(Zeelandia, Middelborg, Langhe Bracke, dan Sonne) di Pelabuhan Aceh.
Kedatangan
mereka memang telah disengaja dan atas perintah Pangeran Maurits. Ke-2 pimpinan
rombongan mendapat perintah untuk memberikan sepucuk surat dan beberapa hadiah
kepada Sultan al-Mukammil.
Sebelum
surat diberikan, sebenarnya telah terjadi perundingan antara Laksamana KeuMALAhayati
dengan 2 pimpinan rombongan Belanda. Isi perundingan tersebut adalah terwujudnya
perdamaian antara Belanda dan Kesultanan Aceh, dibebaskannya Frederick de
Houtman.
Dan
sebagai imbalannya Belanda harus membayar segala kerugian atas dibajaknya kapal
Aceh oleh Paulus van Caerden (akhirnya Belanda mau membayar kerugian sebesar 50.000
emas).
Setelah
itu hubungan antara Belanda dan Kesultanan Aceh berlangsung cukup baik.
Kehadiran bangsa Belanda dapat diterima secara baik di istana kesultanan dan
mereka diperbolehkan berdagang di Aceh.
Sebagai
lanjutan dari hubungan baik antara Belanda dan Kesultanan Aceh, maka diutuslah 3
orang untuk menghadap Pangeran Maurits dan Majelis Wakil Rakyat Belanda. Ketiga
orang itu adalah Abdoel Hamid, Sri Muhammad (salah seorang perwira armada laut
di bawah Laksamana KeuMALAhayati), dan Mir Hasan (bangsawan kesultanan).
Meski
sedang dilanda perang melawan kolonialisme Spanyol, pihak Belanda menyambut
utusan Aceh tersebut dengan upacara kenegaraan. Peran diplomatik Laksamana MALAhayati
masih berlanjut. Hal ini bermula dari keinginan Inggris untuk menjalin hubungan
dagang dengan Kesultanan
Aceh
Darussalam. Ratu Elizabeth I (1558-1603 M) mengirim utusan untuk membawa
sepucuk suratnya kepada Sultan Aceh al-Mukammil. Rombongan yang dipimpin oleh
James Lancaster, seorang perwira dari Angkatan Laut Inggris ini, tiba di
Pelabuhan Aceh pada tanggal 6 Juni 1602. Sebelum bertemu dengan Sultan
al-Mukammil, Lancaster mengadakan perundingan dengan Laksamana MALAhayati.
Dalam
perundingan itu, Lancaster menyampaikan keinginan Inggris untuk menjalin kerjasama
dengan Kesultanan Aceh Darussalam. Ia juga berpesan agar Laksamana MALAhayati
memusuhi Portugis dan berbaik hati dengan Ingeris. Laksamana MALAhayati
meminta agar keinginan tersebut dibuat secara tertulis dan diatasnamakan Ratu
Inggris.
Setelah
surat tersebut selesai dibuat, Lancaster diperkenankan menghadap Sultan
al-Mukammil. Laksamana MALAhayati juga berperanan besar dalam menyelesaikan tipu
muslihat kesultanan. Hal ini bermula dari peristiwa penting perihal sukses
kepemimpinan di Kesultanan Aceh Darussalam.
Pada
tahun 1603 M, Sultan al-Mukammil menempatkan anak lekaki tertuanya sebagai
pendamping dirinya. Namun, rupanya putra tersebut berkhianat terhadap ayahnya
dan mengangkat dirinya sebagai Sultan Aceh dengan gelar Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607
M).
Pada
masa awal kepemimpinannya, berbagai macam bencana menimpa Kesultanan Aceh
Darussalam, seperti kemarau yang berkepanjangan, pertikaian berdarah antar
saudara-saudara, dan ancaman dari pihak Portugis.
Tidak
ada keinginan kuat dari Sultan Ali Riayat Syah untuk menyelesaikan masalah
tersebut dengan serius. Maka banyak timbul rasa kekecewaan dari punggawa
kesultanan, salah satu di antaranya adalah Darmawangsa Tun Pangkat,
kemenakannya sendiri.
Darmawangsa
ditangkap dan dipenjara atas perintah Sultan. Pada bulan Jun 1606, Portugis
menyerang Kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Alfonso de Castro.
Ketika itu Darmawangsa masih berada di penjara. Ia memohon kepada Sultan Ali
Riayat Syah agar dirinya dapat dibebaskan dan dapat ikut bertempur melawan
Portugis.
Dengan
didukung adanya pemintaan Laksamana MALAhayati, Darmawangsa akhirnya dapat
dibebaskan. Mereka berdua akhirnya berjuang bersama dan dapat menghancurkan
pasukan Portugis.
Oleh
karena Sultan Ali Riayat Syah dianggap banyak kalangan tidak cakap lagi
memimpin kesultanan, maka Laksamana MALAhayati melakukan perang-perangan
dengan cara menurunkan Sultan Ali Riayat Syah dari tahta kekuasaan.
Darmawangsa
akhirnya terpilih sebagai Sultan Aceh dengan gelar Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Pada masanya, Kesultanan Aceh Darussalam mencapai zaman
keemasan.
The Grave (Makam MALAyahati) KeuMALAhayati was a woman who commanded the
Royal Acehnese Navy. She was also the chief of Royal Secret Intelligence Department
and the Royal Protocol in the reigns of Sultan Saidil Mukamil Alauddin Riayat
Syah (1588-1604 A.D.). As a navy admiral she united many widows to be a navy to
attack the Portuguese and Dutch navies. The widows built a fortress called
Inong Balee Fortress, which meant 'The Fortress of the Widows'.”
Karya . . .
Karya
Laksamana KeuMALAhayati memang tidak berupa buku atau berbagai bentuk tulisan.
Namun demikian, segala bentuk perjuangannya dalam melawan kolonialisme dapat
juga dianggap sebagai karya-karya nyatanya.
Di
antara karya-karya dimaksud adalah sebagai berikut:
Ia
pernah membangun Benteng Inong Balee dengan tinggi 100 meter dari permukaan
laut. Tembok benteng menghadap ke laut dengan lebar 3 meter dengan
lubang-lubang meriam yang moncongnya mengarah ke pintu teluk. Ia pernah
berhasil membunuh Cornelis de Houtman, salah seorang pemimpin kapal Belanda
yang pertama kali tiba di Aceh.
Penghargaan dan Silsilah . . .
Sebagai
bentuk penghargaan terhadap perjuangannya, sebuah serial bertajuk “Laksamana KeuMALAhayati”
telah digarap dengan sutradara Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Adhyaksa
Dault. Serial ini berisi 13 episode.
Episode
perdananya telah diputar di Blitz Megaplex (10 November 2007). menguak
pertalian Raja-raja Aceh Sejak Kerajaan Perlak Sebuah buku berjudul “Silsilah
Raja-Raja Islam di Aceh dan Hubungannya dengan Raja-Raja Islam di Nusantara,”
diterbitkan pelita Gading Hidup Jakarta, ditulis Pocut Haslinda Syahrul Muda
Dalam, mencoba menguak pertalian raja-raja di Aceh sejak pra Islam. dalam suatu
forum di Balai Kartini, Jakarta, 16 Nopember 2008 yang lalu.
Malam
harinya, di gedung yang sama dipentaskan “Drama Musikal” yang memuat informasi
silsilah raja-raja Aceh tersebut serta peranan kaum perempuan Aceh sejak abad
VIII dampai abad XXI. Pentas itu disutradari Dedi Lutan berdasarkan nasakah
yang ditulis Pocut Haslinda Syahrul MD binti Teuku H Abdul Hamid Azwar, waris
Tun Sri Lanang ke-8.
Sebetulnya
masih ada 3 buku lain yang dihasilkan Pocut Haslinda dalam waktu bersamaan,
yaitu “Perempuan Aceh dalam Lintas Sejarah Abad VIII-XXI, Tun Sri Lanang dan
Terungkapnya Akar Sejarah MALAYu, dan 2 Mata di Balik Tirai Istana MALAYu.”
Untuk
menggenapi informasi “Silsilah Raja-Raja Aceh” dan ketiga bukunya itu, Pocut
Haslinda, pernah menempuh pendidikan fashion dan model di Paris, Jerman, dan
London (1965-1970) membaca lebih dari 1000 judul buku ditulis oleh penulis
dalam dan luar negeri.
Buku
“Silsilah Raja-Raja Aceh” itu secara sederhana mencoba menarik garis pertautan
raja-raja Aceh sejak awal abad ke 8 pada masa Kerajaan Perlak, kemudian
berkembang menjadi kerajaan-kerajaan lain di Aceh, termasuk persinggungan yang
sangat penting dan fundamental dengan Kerajaan Isaq di Gayo, dan pertautan
raja-raja Aceh dengan Perak, Johor, Deli-Serdang, Majapahit, Demak, Wali Songo
dan sebagainya.
Kisah
kedatangan satu delegasi dagang dari Persia di Blang Seupeung, pusat Kerajaan
Jeumpa yang ketika itu masih menganut Hindu Purba. Salah seorang anggota
rombongan bernama Maharaj Syahriar Salman, Pangeran Kerajaan Persia yang
ditaklukkan pada zaman Khalifahtur Rasyidin. Salman adalah turunan dari Dinasti
Sassanid Persia yang pernah berjaya antara 224 – 651 Masehi.
Setelah
penaklukkan, sebahagian keluarga kerajaan Persia ada yang pergi ke Asia
Tenggara. Kerajaan Jeumpa, ketika itu dikuasai Meurah Jeumpa. Maharaj Syahriar
Salman kemudian menikah dengan putri istana Jeumpa bernama Mayang Seludang.
Akibat dari perkawinan itu, Maharaj Syahriar Salman tidak lagi ikut rombongan
niaga Persia melanjutkan pelayaran ke Selat Malaka.
Pasangan
ini memilih “hijrah” ke Perlak (sekarang Peureulak, red), sebuah kawasan
kerajaan yang dipimpin Meurah Perlak. Meurah Perlak tak punya keturunan dan
memperlakukan “pengantin baru” itu sebagai anak. Ketika Meurah Perlak
meninggal, kerajaan Perlak diserahkan kepada Maharaj Syahriar Salman, sebagai
Meurah Perlak yang baru.
Perkawinan
Maharaj Syahriar Salman dan Putri Mayang Sekudang dianugerahi 4 putra dan
seroang putri; Syahir Nuwi, Syahir Dauli, Syahir Pauli, SyahirTanwi, dan Putri
Tansyir Dewi. Syahir Nuwi di kemudian hari menjadi Raja Perlak (PEUREULAK) yang
baru menggantikan ayahandanya.
Dia
bergelar Meurah Syahir Nuwi. Syahir Dauli diangkat menjadi Meurah di Negeri
Indra Purwa (sekarang Aceh Besar, red). Syahir Pauli menjadi Meurah di Negeri
Sama indra (sekarang Pidie), dan si bungsu Syahir Tanwi kembali ke Jeumpa dan
menjadi Meurah Jeumpa menggantikan datoknya.
Merekalah
yang kelak dikenal sebagai “Kaum Imeum Tuha Peut” (penguasa yang 4). Dengan
demikian, kawasan-kawasan sepanjang Selat Malaka dikuasai oleh keturunan
Maharaj Syahriar Salman dari Dinasti Sassanid Persia dan Dinasti Meurah Jeumpa
(sekarang Bireuen).
Sementara
itu, Putri Tansyir Dewi, menikah dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar, anggota
rombongan pendakwah yang tiba di Bandar Perlak dengan sebuah kapal di bawah
Nakhoda Khalifah.
Kapal
itu memuat sekitar 100 pendakwah yang menyamar sebagai pedagang. Rombongan ini
terdiri dari orang-orang Quraish, Palestina, Persia dan India. Rombongan
pendakwah ini tiba pada tahun 173 H (800 M).
Sebelum
merapat di Perlak, rombongan ini terlebih dahulu singgah di India. Syahir Nuwi
yang menjadi penguasa Perlak menyatakan diri masuk Islam, dan menjadi Raja
Perlak pertama yang memeluk Islam. Sejak itu, Islam berkembang di Perlak.
Perkawinan
Putri Tansyir Dewi dengan Sayid Maulana Ali al-Muktabar membuahkan seorang
putra bernama Syed Maulana Abdul Aziz Syah, yang kelak setelah dewasa
dinobatkan sebagai Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah, sultan pertama
Kerajaan Islam Perlak, bertepatan dengan 1 Muharram 225 Hijriah.
Syed
Maulana Ali al-Muktabar berfaham Syiah, merupakan putra dari Syed Muhammad
Diba‘i anak Imam Jakfar Asshadiq (Imam Syiah ke-6) anak dari Imam Muhammad Al
Baqir (Imam Syiah ke-5), anak dari Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin, yakni
satu-satunya putra Syaidina Husen, putra Syaidina Ali bin Abu Thalib dari
perkawinan dengan Siti Fatimah, putri dari Muhammad Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam.
Lengkapnya
silsilah itu adalah: Sultan Alaidin Syed Maulana Abdul Aziz Syah bin Syed
Maulana Ali-al Muktabar bin Syed Muhammad Diba‘i bin Imam Ja‘far Asshadiq bin
Imam Muhammad Al Baqir bin Syaidina Ali Muhammad Zainal Abidin Sayidina Husin
Assyahid bin Sayidina Alin bin Abu Thalib (menikah dengan Siti Fatimah, putri
Muhammad Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam).
Keikutsertaan
Syed Maulana Ali al-Muktabar dalam rombongan pendakwah merupakan penugasan
dari Khalifah Makmun bin Harun Al Rasyid (167-219 H/813-833 M) untuk
menyebarkan Islam di Hindi, Asia Tenggara dan kawasan-kawasan lainnya.
Khalifah
Makmun sebelumnya berhasil meredam “Pemberontakan” Kaum Syiah di Mekkah yang
dipimpin oleh Muhammad bin Ja‘far Ashhadiq. Raja Isaq Gayo dan Turunannya
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulan memiliki 3 putra:
Meurah
Makhdum Alaiddin Ibrahim Syah, kemudian menjadi Sultan ke-8; Maharaja Mahmud
Syah yang kemudian menjadi Raja Salasari Islam I di Tanoh Data (Cot Girek);
Meurah Makhdum Malik Isaq (Isak) mendirikan Negeri Isaq I.
Meurah
Isaq memiliki putra bernama Meurah Malik Masir yang juga dikenal sebagai Meurah
Mersa alias Tuk Mersa, diangkat sebagai Raja Isaq II menggantikan
ayahandanya. Tuk Mersa memiliki 7 putra yakni:
1)
Meurah Makhdum Ibrahim mendirikan Negeri Singkong.
Cucu
Meurah Makhdum ini bernama Malikussalehdi kemudian hari mendirikan Kerajaan
Samudra Pasai.
2)
Meurah Bacang mendirikan Kerajaan Bacang Barus.
3)
Meurah Putih mendirikan Kerajaan Beuracan Merdu.
4)
Meurah Itam mendirikan Kerajaan Kiran Samalanga.
5)
Meurah Pupok mendirikan Kerajaan Daya Aceh Barat.
6)
Merah Jernang mendirikan kerajaan Seunagan.
7)
Meurah Mege (Meugo) menjadi Raja Isaq III. Dari turununan Meurah Mege lahir
Sultan Abidin Johansyah pengasas Kerajaan Aceh Darussalam (1203-1234) sampai
Sultan Daud Sjah (1874-1939).
Turunen
Meurah Mege lain, Syekh Ali al Qaishar anak dari Hasyim Abdul Jalil hijrah ke
Bugis dan menikah dengan putri bangsawan Bugis yang kelak cucu psangan ini
bergelarDaeng.
Di
antara anak-cucunya, ada yang pulang ke Aceh bernama Daeng Mansur atau Tgk Di
Reubee dan mempunyai seorang putra bernama Zainal Abidin dan seorang putri
bernama Siti Sani yang dinikahi Sultan Iskandar Muda.
Di
tanah Jawa, Turunan Tuk Mersa bernama Puteri Jempa nikah dengan Raja Majapahit
terakhir kemudian lahir Raden Fattah yang menjadi Raja Demak. Turunen Tok Mersa
lain, yakni Fatahillah menyusul ke Jawa menikah dengan adik Sultan Demak. Fatahillah
mendirikan kerajaan Cirebon dan anaknya mendirikan Kerajaan Banten.
Fatahillah
dikenal juga Sunan Gunung Jati menikah dengan Ratu Mas anak Raden Fattah, cucu
Majapahit, keturunannya turun temurun menjadi raja dan pembangun Demak,
Cirebon, Banten dan Walisongo.
Melihat
pertautan raja-raja Aceh itu, jelasnya bagi kita bagaimana sebenarnya hubungan
erat satu sama lain. Pada awalnya, mereka berangkat dari “indatu” (NENEK MOYANG
) yang sama dari Perlak.
Struktur Tembok Benteng
Inong Balee Di Bagian Utara
Benteng Inong Balee
Sebahagian kubu laut Indra
Patra (Indra Patra fort seaward part)
Sebahagian kubu laut Indra
Patra (Indra Patra fort seaward part)
KeuMALAyahati . . .
KeuMALAhayati, MALAhayati, MALAyahati (fl. 16th century), was an admiral in the navy of the Aceh
Sultanate, which ruled the modern area of Aceh
Province, Sumatra, Indonesia. She was the first woman admiral in
the modern WORLD (if Artemisia I is not included).
Her
troops were drawn from Aceh's widows and the army named the "Inong
Balee", after the Inong Balee Fortress near the city of Banda Aceh.
Some historians rate KeuMALAhayati
as an equal of Semiramis and Catherine the Great while references to
her can be found in some Chinese and Western literature.
History . . .
MALAhayati
was a daughter of Admiral Machmud Syah of (Aceh Empire). After graduating from
Pesantren, an Islamic school, she continued her studies at Aceh Royal Military
Academy, known as Ma’had Baitul Maqdis.
Following
the fall of Malacca to Portuguese invaders,
Aceh became a stronger faction and ensured that merchant shipping routes in the Malacca
Strait remained exclusively for Asian traders.
The
kingdom's leader, Sultan Alauddin II Mansur I
Syah (r. 1577-1589) strengthened his military power by building a
powerful navy to which he decided to appoint MALAhayati, a widowed Aceh warrior, as his First Admiral. Although
a woman, Aceh soldiers and the other generals had always respected MALAhayati. She had also proved
herself a legendary commander during several battles with the Portuguese and
Dutch.
In
1599, Dutch expedition commander, Cornelis de Houtman arrived at the port of
Aceh. At first, the Sultan accepted him peacefully until de Houtman insulted
him.
The
Dutchman, who had already clashed with the Banten
Sultanate in north west Java before his
arrival in Aceh, decided to attack. MALAhayati
led her Inong Balee Army in response to the Dutch challenge and after several
violent battles, finally killed de Houtman on September 11, 1599.
In
1600, Dutch Navy led by Paulus van Caerden, robbed and sunk Aceh
Merchant ships full of spices at Aceh coast. After this incident, In June 1601,
MALAhayati captured Dutch
Admiral Jacob van Neck while he sailed along
the Aceh coast.
After
many incidents which blocked Dutch Navy expeditions and the threat from
Spaniard fleet, Maurits van Oranje sent
emissaries with diplomatic letter of apology to the Empire of Aceh. The
emissaries were Admiral Laurens Bicker and Gerard de Roy. In August 1601, MALAhayati met Maurits's emissaries
for a treaty agreement.
A
ceasefire was agreed and the Dutch paid 50 thousand gulden as compensation for
Paulus van Caerden actions, while MALAhayati
should released Dutch prisoners. After the agreement the Sultan sent three
emissaries to the Netherlands.
In
June 1602, Her reputation as the guardian of the Aceh Kingdom led England to
choose a peaceful, diplomatic method by which to enter the Malacca Strait. A
letter from Queen Elizabeth I was brought by James
Lancaster to the Sultan and it was Malahayati who led the
negotiatation with James Lancaster.
The
agreement opened the English route to Java and they were soon afterwards able
to build merchant offices in Banten. Elizabeth I rewarded Lancaster with a knighthood for
his successful diplomacy in Aceh and Banten.
MALAhayati was killed as warrior while attacking the Portuguese fleet at Teuluk Krueng
Raya. She was buried at lereng Bukit Kota Dalam, a small fishing village
34 km from Banda Aceh.
Today, MALAhayati has become a well-known
name for naval ships, universities, hospitals and roads in several Sumatran cities.
MALAhayati adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Pada tahun 1585-1604 dia memegang jabatan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana, Panglima Rahasia dan Panglima Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
MALAhayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah tewas) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman (seorang Belanda pertama yang menginjakkan kaki di Nusantara) dalam pertempuran 1 lawan 1 di geladak kapal, dan mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya ini, sehingga ia kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana MALAhayati.
"Siapa yang berhenti menjejak MALAYu hingga ke Vietnam = Maka hanya itulah asal Keturunannya.
Jika ada yang mendakwa MALAYuNya dari Yunnan
= maka Yunnan lah MALAYuNya itu.
Dan sesiapa yang berkata MALAYu itu pernah tinggal di Tibet, di kaki Gunung Himalaya, dia telah sampai ke separuh perjalanan bangsanya" = M I M
Wahai
Insan BANGUNLAH!!! Apa lagi BuktiNYATA yang anda mahu, SeDUNIA umat manusia
diSIHIR dAJJAL melalui SENJATA UTAMAnya:
(1)
WANG, (2) MAKANAN, (3) WANITA, (4) POLITIK (5) MEDIA MASSA, (6) HAARP, (7)
MEDICATION, (8) SUKAN, (9) EKONOMI dan (10) SOSIAL.
POLITIK adalah Syubhat’
(yakni yang dimaksud syubhat adalah perkara yang masih samar hukumnya, apakah
Halal atau Haram. Jika kita menemukan perkara semacam ini, maka lebih UTAMA
untuk ditinggalkan) yang jelas terbukti dan NYATA (Gharar) adalah sistem
Ciptaan (UN) sistem Zionis Sistem dAJJAL!?
Riwayat
Muslim dari Hudzaifah, dia berkata: Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam
bersabda, "Sesungguhnya aku lebih tahu tentang apa yang dimiliki dAJJAL
daripada dia sendiri.
Dia
akan memiliki 2 buah sungai yang mengalir.
Salah
satunya nampak dalam pandangan mata (kita) sebagai air yang putih.
Sedang
yang lain nampak dalam pandangan mata sebagai api yang berkobar-kobar.
Jika
seseorang dari kamu sekalian mengalaminya, maka datanglah ke sungai yang
nampaknya api, lalu pejakan mata, sesudah itu tundukkan kepala, lalu miumlah.
Kerana itu sebenarnya air yang sejuk.
Dan sesungguhnya dAJJAL itu
terhapus (sebelah) matanya. Pada mata yang terhapus itu ada selaput tebal.
Tertulis di antara kedua matanya. 'Kafir'. Dan itu boleh dibaca oleh setiap
mukmin, baik yang pandai menulis ataupun yang tidak."
lsyarat Rasulullah!!! . . . (seDUNIA umat manusia diSIHIR dAJJAL) 'diBantu penuh oleh “30 dAJJAL-dAJJAL dari Para Pemimpin SeDUNIA (UN) System SECULAR IsraHELL ‘New WORLD Order’ Ciptaan ZIONIS) dan daripadanya ada '3 dAJJAL yang Menimbulkan Bencana-bencana yang BESAR!
Imam
Ahmad meriwayatkan pula dari Jabir, bahwa dia mengatakan, Saya telah mendengar
Rasulullah Shallallahu Alayhi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya menjelang
datangnya Kiamat akan muncul Para PENDUSTA, antara lain seorang pendusta dari
Yamamah (SUADI), Pendusta dari Shan'a (Yaman), yaitu AI 'Absi, pendusta dari
Himyar (Yaman), dan dAJJAL-dAJJAL inilah yang menimbulkan bencana
terbesar."
dAJJAL MENURUT RIWAYAT Al 'MUGHIRAH BIN SYU'BAH: Imam Muslim meriwayatkan dari Mughirah bin Syu'bah Radhiyallahu Anhu, dia berkata, Tidak ada orang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu Alayhi wa Sallam mengenai dAJJAL lebih banyak dariku . . . "Beliau berkata. Apakah pertanyaanmu tadi?'
Al 'Mughirah berkata, 'Orang-orang mengatakan, bahwa dAJJAL itu membawa berGunung - gunung Roti dan Daging, dan juga Sungai berisi air.' Beliau menegaskan, 'Dia di sisi Allah lebih mudah daripada itu."
Our Responsibility @GOLDMINE 1WORLD Community Should Render Back the trusts to those to Whom they Due: (@18 Group Of people) Poor People, Orphan, Single Mother, Single Father, Student, Low In Come, Jobless, Disable, Patient, Old Citizen, Prisoner, Bankruptcy, FARMER, Fishermen, RICH People, All RACES, All Country And All Government In theWhole WORLD. theWORLD for free! New WORLD Principle: ASSETProperty "It's NOT For SALE, It's Not For Bought, It's FREE!: *Free House *Free Car * Free Education: College, University. *Free ELETRICAL GOODs: Air Con, PC Laptops, Home Theatre. *Free FURNITURE: Sofa Set, Bed Set, Sauna Bath, Kitchen Cabinet, Dining Table. *Free Vacation: Travelling Around the WORLD, Holiday, HAJ, UMRAH, NOW EveryONE CAN Fly, Hotels. *Free Life Insurance: (Free Hospital Fund, Free Funeral Fund, Free Death Fund, Free Pension Fund).